Malaikat dan Abid

Pada zaman dahulu ada seorang ahli ibadah bernama Abu bin Hasyim yang kuat sekali tahajudnya.

Hampir bertahun-tahun dia tidak pernah meninggalkan solat tahajud.

Pada suatu malam ketika hendak mengambil wudhu untuk tahajud, Abu dikejutkan oleh kehadiran satu makhluk yang duduk di tepi telaganya.

Abu bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?”

Sambil tersenyum, makhluk itu berkata; “Aku Malaikat utusan Allah".

Abu Bin Hasyim terkejut sekaligus bangga kerana telah didatangi oleh malaikat yang mulia.

Abu lalu bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

Malaikat itu menjawab, “Aku disuruh mencari hamba pencinta Allah.”

Melihat Malaikat itu memegang sebuah kitab tebal, Abu lalu bertanya;

“Wahai Malaikat, buku apakah yang engkau bawa?”

Malaikat menjawab; “Di dalamnya terdapat kumpulan nama hamba-hamba pencinta Allah.”

Mendengar jawapan Malaikat, Abu bin Hasyim berharap dalam hati moga-moga namanya ada di situ.

Maka ditanyalah kepada Malaikat. “Wahai Malaikat, adakah namaku di situ ?”

Abu menjangka namanya ada di dalam buku itu, kerana amalan ibadahnya yang tidak putus-putus, selalu mengerjakan solat tahajud setiap malam, berdo’a dan juga bermunajat kepada Allah SWT di sepertiga malam, setiap hari.

“Baiklah, biar aku lihat,” kata Malaikat sambil membuka kitab besarnya. Dan, ternyata Malaikat itu tidak menemukn nama Abu bin Hasyim di dalamnya.

Tidak percaya, Abu meminta Malaikat mencari sekali lagi.

“Betul... namamu tidak ada di dalam buku ini!” kata Malaikat.

Abu bin Hasyim pun gementar dan jatuh tersungkur di depan Malaikat.

Dia menangis semahunya.

“Rugi sekali diriku yg selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan munajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pencinta Allah,” ratapnya.

Melihat itu, Malaikat berkata, “Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur, engkau mengambil air wudhu dan menahan kedinginan ketika orang lain terlelap dalam kehangatan buaian malam.

Tapi tanganku dilarang Allah menulis namamu.”

“Apakah gerangan yang menjadi penyebabnya?” tanya Abu bin Hasyim.

“Engkau memang bermunajat kepada Allah, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga ke mana-mana.

Engkau asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Sedang di kanan kirimu ada orang sakit, ada orang lapar, ada orang sedang sedih, tidak engkau tengok tidak engkau ziarah.

Mereka itu mungkin ibumu, mungkin adik beradikmu, mungkin sahabatmu, malah mungkin juga cuma saudara seagama denganmu, atau mungkin cuma sekadar mereka menjadi tetanggamu.

Tidak engkau peduli pada mereka, kenapa?

Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pencinta Allah kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah?” kata Malaikat itu.

Abu bin Hasyim seperti​ disambar petir di siang hari.

Dia tersedar hubungan ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allah semata (hablumminAllah), tetapi juga kepada sesama manusia (hablumminannas) dan juga kepada manusia

No comments:

Post a Comment